Jumat, 24 Desember 2010

LIMA MITOS TENTANG MATEMATIKA YANG MENYESATKAN

Yang namanya mitos, tentu bukan kebenaran. Celakanya, banyak yang mempercayai dan terjebak dalan kesesatan karenanya. Salah satu mitos yang menyesatkan adalah mitos tentang Matematika. Mitos yang mengitari Matematika ini membuat sebagian besar orang merasa alergi terhadap Matematika. Akibatnya, mayoritas dari kita mendapat nilai buruk dalam bidang study ini. Nilai buruk tersebut bukan lantaran kita tidak mampu, melainkan karena sejak awal sudah merasa alergi dan takut terhadap Matematika. Kenyataaan ini menjadikan kita malas untuk mempelajari Matematika. Di antara sekian banyak mitos di seputar Matematika, setidaknya ada 5 (Lima) mitos sesat yang sudah mengakar dan menciptakan persepsi negative terhadap Matematika. Kelima mitos tersebut sebagai berikut:

1. Mitos 1 : Matematika adalah ilmu yang sangat sukar.
Ada anggapan, hanya orang dengan IQ tertentu yang mampu memahami Matematika. Ini jelas menyesatkan. Meskipun bukan ilmu yang mudah, Matematika sebenarnya merupakan ilmu yang relative tidak lebih sulit jika dibandingkan dengan ilmu yang lainnya. Soal Matematika terasa sulit karena kita tidak memahami konsep dasarnya. Sebagaimana kita ketahui, Matematika merupakan ilmu yang terus berkesinambungan mulai dari TK hingga SMA. Jika ada mata rantai yang putus, berarti ada konsep yang hilang. Padahal konsep tersebut merupakan prasyarat untuk belajar Matematika lebih lanjut. Sebagai contoh, untuk menganalisis dan menghitung diperlukan pemahaman konsep bilangan san ukuran. Pekerjaan menganalisis dan menghitung menjadi hal yang mudah dan menyenangkan jika konsep yang mendasarinya dikuasai.

2. Mitos 2: Matematika identik dengan menghafal banyak rumus.
Mitos ini menjadikan kita malas mempelajari matematika dan akhirnya tidak mengerti apa – apa tentang Matematika. Rumus matematika tidak ada gunanya tanpa pemahaman konsep. Rumus yang sudah dihafal tidak akan bermanfaat ketika konsep belum dipahami. Seorang yang hafal rumus tidak akan mampu menjawab sebuah soal apabila tidak mampu memodelkan soal tersebut ke dalam rumus yang dihafalnya. Sesungguhnya, hanya sedikit rumus matematika yang perlu (tapi tidak harus) dihafal, sedangkan sebagian besar rumus lain tidak perlu dihafal, melainkan cukup dimengerti konsepnya. Salah satu contoh, jika kita mengerti konsep anatomi bentuk irisan kerucut, maka lebih dari 90% rumus – rumus irisan kerucut tidak perlu dihafal.

3. Mitos 3 : Matematika identik dengan kecepatan menghitung.
Tidak dapat dimungkiri, meghitung merupakan bagian tak terpisahkan dari matematika. Namun demikian, kemampuan menghitung secara cepat bukanlah hal terpenting dalam Matematika. Yang terpenting adalah pemahaman konsep. Melalui pemahaman konsep, kita akan mampu melakukan penalaran terhadap permasalahan untuk kemudian mengubahnya kedalam model matematisasi.
Jika permasalahan sudah tersaji dalam bentuk matematisasi, baru kemampuan menghitung diperlukan. Itupun bukan sebagai suatu yang mutlak karena saat ini telah banyak alat bantu menghitung seperti kalkulator dan computer. Jadi, mitos tersebut tidak diluruskan. Yang lebih tepat, matematika selalu berhubungan dengan pemahaman dan penalaraan.

4. Mitos 4 : Matematika itu abstrak, tidak realistis.
Mitos ini benar – benar sesat. Fakta menunjukkan bahwa Matematika sangat realistis. Matematika merupakan bentuk analogi dari realita sehari – hari. Contoh paling sederhana adalah solusi dari Leonhard Euler, matematikawan Prancis, terhadap masalah Jembatan Konisberg. Selain itu, hamper di semua sector, teknologi, ekonomi, dan bahkan social, Matematika berperan sangat secara signifikan. Robot yang cerdas mampu berfikir berisikan program yang disebut sistem pakar (expert system) yang didasarkan pada konsep Fuzzy Matematika. Hitungan aerodinamis pesawat terbang juga dilandaskan pada konsep Matematika, geometri, dan kalkulus. Hamper semua teori ekonomi dan perbankan diciptakan melalui Matematika.

5. Mitos 5 : Matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif.
Anggapan ini jelas keliru. Meskipun pemecahan Matematika terasa eksak, tidak berarti Matemtika kaku dan membosankan. Meskipun jawaban yang benar dari Matematika hanya (tunggal), cara atau metode menyelesaikan masalah Matematika sebenarnya sangat bermacam – macam. Sebagai contoh, untuk membuktikan kebenaran teorema Pythagoras, dapat digunakan banyak cara. Bahkan menurut pakar Matematika, Bana G. Kartasasmita, hingga saat ini sudah ada 17 cara untuk membuktikan teorema Pythagoras. Matematika juga rekreatif dan menyenangkan. Albert Einstein, menganggap Matematika sebagai senjata utamanya dalam merumuskan konsep relativitas. Einsten menyukai Matematika ketika pamannya menjelaskan bahwa prosedur kerja Matematika mirip dengan cara kerja detektif, cara kerja yang sangat disukainya saat kecil. Kalau kita mengetahui, cara kerja Matematika tak ubahnya seperti sebuah game yang menyenangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar